Khutbah Jum'at : Kisah Toleransi Beragama Pada Masa Rasulullah SAW

Khutbah oleh : Ust. Yusuf Wibisono, S.Ag
(Penyuluhan Agama Islam Kecamatan Babat)

 


Ibnu Abbas menceritakan:

Dahulu ada seorang lelaki Ansar dari kalangan Bani Salim Ibnu Auf yang dikenal dengan panggilan Al-Husaini. Dia mempunyai dua orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah seorang muslim. Maka ia bertanya kepada Nabi Muhammad SAW., "Bolehkah aku memaksa keduanya (untuk masuk Islam)? Karena sesungguhnya keduanya telah membangkang dan tidak mau kecuali hanya agama Nasrani." Maka Allah menurunkan Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 256 yang berbunyi:

 

لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ

Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).

Kisah ini memberikan inspirasi dan panduan bagi kita kaum muslimin, bagaimana Islam mengajarkan salah satu dari pola hubungan kemasyarakatan yakni toleransi dalam hal berkeyakinan, meski antara orang tua dan anaknya. Orang tua yang sejatinya punya tanggungjawab mendidiknya, mengajaknya, dan bahkan juga memaksanya, tetapi ketika anak sudah beranjak dewasa dan sudah memiliki kecakapan dalam menentukan pilihannya, maka orang tua sudah di larang untuk memaksakan kehendaknya.

Di dalam riwayat lain sahabat Anas RA mengisahkan

Artinya :

Telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Humaid, dari sahabat Anas r.a. Bahwasahnya Rasulullah SAW pernah berkata kepada seorang lelaki, "Masuk Islamlah kamu!" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya aku masih belum menyukainya." Nabi SAW bersabda, "Sekalipun kamu belum menyukainya."

Hadis ini derajatnya adalah Marfu' hanya saja, tidaklah termasuk ke dalam bab ini (toleransi) karena pada kenyataannya Nabi SAW tidak memaksanya untuk masuk Islam, melainkan beliau menyerunya untuk masuk Islam. Lalu lelaki itu menjawab bahwa ia masih belum mau menerimanya, bahkan masih tidak suka untuk masuk Islam. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah, sekalipun hatimu tidak suka, karena sesungguhnya Allah pasti akan menganugerahimu niat yang baik dan ikhlas."

Baca Juga : Bentuk-Bentuk Gangguan Jin dan Setan Terhadap Manusia

Di dalam tafsir surat Al Ghosyiyah ayat ke 3-4, Abu Imran Al-Juni mengisahkan bahwa suatu hari Umar Ibnul Khattab R.A. melewati sebuah gereja yang dihuni oleh seorang pendeta, maka Umar memanggilnya, "Hai rahib!" Lalu si rahib muncul, maka Umar memandangnya dan menangis. Kemudian ditanyakan kepada Umar, "Mengapa engkau menangis hai Amirul Mu’minin?" Umar menjawab, bahwa ia teringat akan firman Allah SWT :

 

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً 

Artinya : Bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas. --Itulah yang menyebabkan aku menangis." 

Orang sekeras Umar Ibnul Khothob R.A. tidak menaruh kebencian apalagi permusuhan terhadap pendeta yang sudah berada di hadapannya apalagi merusak tempat ibadahnya. Demikianlah sikap yang di bangun oleh Rasulullah SAW dan amirul mukmin Umar Ibnul Khothob R.A. yang seharusnya menjadi tauladan kita. 

Maka lanjutan QS. Al Baqarah 256 adalah panduan bagaimana seorang muslim itu keyakinan terhadap Agamanya

 

قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا

Artinya : 

Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus

Berkata Umar Ibnul Khothob tentang makna thaghut "Sesungguhnya al-jibt adalah sihir, dan thagut adalah setan." Maka seorang muslim akan menjadi baik agamanya jika dia mau menjaga diri dari tipu daya syetan,

 

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ وَمَن يَتَّبِعْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَإِنَّهُۥ يَأْمُرُ بِٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۚ وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يُزَكِّى مَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. An-Nur : 21)

Dan pada bagian akhir dari surat Al Baqarah ayat 256 Allah SWT menutup dengan menerangkan sifat diriNya

وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

 Artinya : Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Post a Comment

0 Comments