Berbulan-bulan hinggap di kos baru, kebanyakan anak kos sudah tak asing lagi rupa dan suaranya, walau dalam beberapa minggu sekali keluar masuk satu-dua anak karena tak betah lantaran beberapa fasilitas tak bisa maksimal penggunaannya (cnth: wifi sering lemot, air keran tak bisa bebas dinyalakan), namun tidak ada yang jadi masalah perkara kehadiran mereka (Tentu saja!). Sayangnya, ada satu hal yang (ternyata) masih sering mengagetkan hati dan jiwaku ini.
Beberapa hari lalu, setelah liburan Idul Fitri berakhir, satu-persatu anak kos berdatangan dari libur mereka di kampung halaman masing-masing, guna memulai kembali masa perkuliahan. Sebuah suara yang tak asing mengagetkanku, bulu kuduk berdiri, segala kegiatan ku hentikan, telinga berfokus untuk mendengar lebih jelas, guna memastikan stimulus apa dan respon apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Tubuh berada dalam mode Freeze (salah satu respon fisiologis yang terjadi ketika seseorang merasakan adanya ancaman).
3 menit, 5 menit berlalu... masih dengan tenang cemas mendengarkan percakapan yang tidak benar-benar ku pahami apa isinya, karena sesungguhnya yang terpenting bukan lagi soal isi percakapan, melainkan perkara logat yang digunakan, yang membuatku tanpa sadar telah menggeneralisir, apakah dia orang yang sama dengan orang yang pernah membuatku merasakan pengalaman yang tidak mengenakkan dulu?
Perkara Logat.
Mungkin terlalu berlebihan jika hal semacam ini dianggap sebagai trauma, isn't? tapi perasaan dan efek fisiologis yang aku rasakan adalah VALID (It does exist! Seriously noone can invalidated my feelings! It's ILLEGAL! I hate it the most!). Mari kita bahas sedikit mengenai trauma!
Trauma diartikan sebagai respon emosional seseorang ketika mengalami pengalaman tidak mengenakkan, dimana seseorang merasakan ketidakberdayaan, tidak dapat menggunakan kemampuan maksimalnya untuk melindungi diri sendiri. Tipe trauma sendiri ada lima:
- Trauma Akut, berasal dari pengalaman menyakitkan yang relatif singkat namun sangat intens, seperti bencana alam, kecelakaan mobil, kekerasan fisik/seksual, atau kematian mendadak dari orang yang dicintai.
- Trauma Kronik, berasal pengalaman menyakitkan yang terjadi secara berulang atau dalam jangka waktu yang lama, seperti bullying, penelantaran, pelecehan (emosional, fisik atau seksual), atau KDRT.
- Trauma Kompleks, berasal dari lebih dari satu pengalaman trauma atau pengalaman trauma yang berulang dimana tidak ada kesempatan bagi seseorang untuk kabur.
- Secondary Trauma, berasal dari paparan penjelasan trauma yang dirasakan oleh orang lain, (bahasa gampangnya tertular) sering terjadi kepada orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan mental, penegak hukum, atau para volunter bencana alam.
- Adverse Childhood Experiences (ACE), yakni pengalaman masa kecil yang buruk, mencakup segala situasi sulit yang dihadapi atau disaksikan oleh anak-anak secara langsung saat proses pertumbuhan, dimana mereka belum mengembangkan keterampilan koping (upaya yang dilakukan guna menanggulangi situasi penuh tekanan) yang efektif. ACE bisa menghambat pertumbuhan normal anak dan cedera emosional yang berlangsung lama hingga dewasa. Contoh kasus yang umum seperti, kehilangan orang tua, penelantaran, kekerasan (emosional, fisik, seksual), KDRT, dan perceraian.
Jika ditanya, Logat termasuk tipe trauma yang mana? Jawabannya 2, disebabkan oleh verbal bullying, but I'm not gonna share the whole story about it, it hurts. Bagaimana logat bisa membuat seseorang mengingat kejadian trauma? Situasi seperti ini disebut dengan Trauma Triggers (Pemicu Trauma), baik pikiran, emosi, atau sensasi panca indera, ketiganya bisa menjadi trigger trauma. Ah, pernahkah teman-teman membaca pengalaman trauma dengan trigger waluh kukus?
Pada umumnya seseorang akan mengingat sesuatu yang paling berkesan dari yang ditangkap oleh panca inderanya, dalam kasus thread tersebut adalah waluh kukus, benda yang bisa dilihat mata, dirasakan oleh lidah rasanya, dan didengar segala ucapan jahat teman-temannya. Sedangkan dalam kasusku hal yang paling berkesan dari pelaku yang masih menancap jelas dipikiran adalah logatnya. Apapun triggernya, perasaan yang dirasakan oleh penyintas sama-sama valid, tidak boleh diremehkan, karena efek yang dirasakan sama-sama tidak menyenangkan (cemas, syok, perasaan sedih, takut atau marah, dll). Siapa juga yang menyangka bahwa kita akan merasakan trauma dari kejadian tersebut, noone deserve to be hurt!
Siapa yang bertanggung jawab atas efek ini? Tidak lain dan bukan adalah......
Jrenggg.. jrenggg...
OTAK!
Di dalam otak terdapat struktur yang bertanggung jawab untuk mendeteksi ancaman, namanya Amigdala. Si Amigdala ini bertugas untuk mengirim alarm ke sistem tubuh untuk mempersiapkan pertahanan. Sistem saraf simpatetik (sistem saraf otonom di tulang belakang yang bekerja diluar kesadaran) beraksi, dia merangsang pelepasan adrenalin dan non-adrenalin dan tak lupa hormon stress, sehingga memunculkan berbagai macam perasaan campur aduk (tadi) dan respon, Fight - Flight - Freeze. Apatuh? Album boyband korea favoritku Tomorrow X Together hehe.. bukan ding! Album mereka namanya Freeze Fight Escape xixixi.. but seriously the whole album is a masterpiece!!! oke I'll stop here :p
Secara singkat, Fight adalah respon mengambil tindakan untuk menghilangkan bahaya, Flight adalah respon lari dari bahaya, dan Freeze adalah kondisi membatu tidak melakukan respon apapun pada bahaya. Sebagai contoh, seseorang memiliki trauma/ketakutan pada api, apabila seseorang lantas berusaha memadamkan dengan air atau melempar benda sekitar, disebut respon Fight. Apabila seseorang refleks berlari menghindari api, disebut respon Flight. Dan apabila seseorang justru membeku, tidak berdaya untuk melakukan hal apapun, disebut respon Freeze.
Record Per-Tanggal 17/05/2022 -- Setidaknya butuh 7-10 menit bagiku untuk lantas sadar dan kembali mulai berpikir rasional, 15-20 menit untuk tubuh berfungsi normal seperti sebelumnya (kalem, gak deredeg), walau sekian persen masih merasakan perasaan takut/sedih. It's getting better than before! Praise me!
"Eyy... Kita gak bakal ketemu kalau aku tetap didalam kamar. Eyy... Kemungkinan bertemu lagi dengan salah satu dari 3 orang yang sama dari 40,67 juta jiwa manusia di Jawa Timur adalah 1 : 13,5 juta. Eyy... Kemungkinan mereka lupa denganku, karena pengalaman tersebut sudah berlangsung 3 tahun yang lalu. Eyy... Kemungkinan mereka sudah kembali ke kampung halaman mereka karena logat yang digunakan bukan berasal dari Jawa. Eyy... Kemungkinan mereka sudah berubah menjadi orang yang lebih baik dan menyesali perbuatan mereka. Eyy...!!!"
Membutuhkan banyak energi untuk bisa kembali tenang dan memikirkan segala alasan rasional tersebut, tapi setidaknya lebih baik mengalokasikan semua energi itu sekarang daripada termanifestasikan dalam sifat atau sikapku kedepannya terhadap seseorang dengan logat yang sama. Walau tidak ada jaminan akan seperti apa masa depan. Lagipula, I'm not alone.....
We're in this sh*t together!
0 Comments
Say something about this post?